“loneliness is lethal and all it takes is too much little time”
CollegeHumor, 2019
Kesepian bukan candu asing bagi setidaknya sebagian besar kita. Keterasingan yang disebabkan tuntutan bertahan hidup serta tuntutan ideologi kapitalisme untuk melampaui batas manusiawi dengan keseharian dan kebanalan, pada akhirnya merusak kita. Tidak berlebihan untuk mengatakan, perusakan sistemik ini tidak saja pada cara pandang, melainkan hingga merobek-robek kewarasan dan menguras energi kehidupan dari jasad rapuh kita-kita. Namun, begitulah keadaan; kemapanan simbol dari kapitalisme sebagai ideologi membatasi pilihan kita hanya untuk menjadi cecunguk atau melawan sekadarnya dan semampunya. Soal ini, Žižek sudah menyediakan ceramah dengan medium film berjudul “The Pervert’s Guide to Ideology”.
Keterasingan sendiri menjadi salah satu aksioma Marxisme; berdekade silam saat teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan tidak serumit dan sebising saat ini. Tawaran untuk menyalahkan industrialisasi yang berlandas penumpukan keuntungan, adalah wajar saja untuk direnungkan kembali. Lihat betapa kapitalisme (dengan berbagai jargon, bentuk, dan penyesuaian modernnya) membuat kita terasing: terasing dari nilai tambah, terasing dari hasil tangan, terasing dari kesejahteraan, dan pada akhirnya, terasing dari diri sendiri.
Imbas dari keterasingan terhadap diri sendiri inilah yang—diasumsikan, melahirkan kesepian. Srawung dan kumpul menjadi privilese; dinikmati oleh mereka-mereka yang waktunya tidak habis untuk bertahan hidup saja, serta berpembawaan riang untuk berbincang sekenanya. Atau barangkali, adalah kesempitan yang disempatkan; sembari merutuk kebanalan sehari-hari mencoba meletakkan diri dalam perbincangan agar akal sehat tidak membusuk karena tabiat soliter.
Tentu masing-masing dari kita berhak atas waktu untuk sendiri; tidak semua orang punya daya sosial cukup awet untuk ada di sekitar manusia secara konstan. Berhak pula atas absennya bunyi; kesunyian adalah candu rekreasional di dunia yang bisingnya sudah nirkabel. Kesepian bukan keduanya: kesepian adalah kondisi yang menenggelamkan korbannya dalam sesaknya perasaan sendiri; gelisah dengan signifikansi kehadirannya, dan menerpa siapa saja di mana saja; dari selebritas dalam ringkuk sesenggukan di pojok apartemen, hingga turis yang terjebak dalam hiruk pikuk ramainya Malioboro.
Kesepian yang menggulingkan kita dari keajegan rasa sadar, tidak hanya melelehkan akal sehat saja, badan bisa rusak karenanya. Keterasingan sosial yang menciptakan perasaan kesepian terbukti merugikan secara medis, resiko mati muda adalah salah satunya. Belum dengan rusaknya stabilitas mental; kesepian jelas-jelas membuat kita lebih berbahaya.
Ada semacam proposal untuk menanggulangi kesepian, apalagi yang melanda perantauan dan kaum urban dengan keterdesakan karena harus bertahan hidup di tengah tuntutan kapitalisme. Tidak lain: berkumpullah, dengan yang saleh atau tidak saleh, itu sudah lain hal.
Terdengar sangat umum, barangkali; normatif, bahkan. Namun, tawaran ini diajukan tidak kurang oleh Chomsky sendiri; ya, konteks sebenarnya adalah anjuran untuk berorganisasi, itu pun untuk mengatasi keterasingan serta kemarahan karena laku aktor-aktor utama kapitalisme, yang wajahnya dikenali sebagai negara dan korporasi. Tapi, ambillah anjuran literalnya; barangkali tidak perlu juga untuk setiap organisasi untuk menjadi lawan dari sistem yang sudah di masa tuanya ini. Lagi pula, Žižek sendiri sudah bilang, “lebih mudah membayangkan akhir dunia ketimbang akhir kapitalisme.”
Pula, fungsi berkumpul tidak saja anatomis; tidak melulu butuh kepala, badan, dan ekor. Berkumpul bisa berkumpul saja. An sich. Tanpa pretensi untuk merumit-rumitkan diri sendiri dengan struktur dan fungsi. Malah, bisa jadi praksis demokrasi yang lebih santai; tidak melulu terlibat sebagai warga negara, namun dihargai suaranya sebagai anggota perkumpulan, dus, teman ke teman.
Kropotkin dalam ‘Mengapa Eksperimen Skala Kecil Selalu Gagal’ menyurati kawan-kawan komunenya untuk mempertimbangkan personalia komune. Memang, yang disarankan Kropotkin adalah betapa personalnya komune sehingga tidak padu untuk berjalan sebagai organisasi. Kropotkin menginginkan adanya efektivitas komune dengan mengesampingkan urusan pribadi dan berjalan sebagaimana organisasi alternatif lainnya. Namun, perlu diperiksa ulang relevansinya: apakah nasihat ini berlaku untuk menanggulangi kesepian? Atau, kita susun ulang prioritasnya: apakah kesepian perlu ditanggulangi terlebih dahulu, agar kegelisahan tidak menghambat gerakan?
Mari kesampingan dahulu persoalan praksis/fungsional dari sebuah organisasi, barangkali perbincangan bisa dilakukan lain kali dengan mengambil inset mengenai prioritas untuk bergerak. Perlu diingatkan bahwa proposal ini adalah mengenai kesepian; betapa ia merusak dan bagaimana menanggulanginya, atau bahkan mencegahnya. Berkumpul sudah ditawarkan untuk menjadi solusi bagi kesepian, tapi perlu juga untuk menyortir kebutuhan apa saja yang harus dipenuhi dari berkumpul itu sendiri. Pertama, tentu saja kebutuhan biologis; maksudnya, adalah betapa evolusi manusia mensyaratkan perkumpulan agar tidak merusak badan. Kedua, kebutuhan emosional; kegelisahan umum sebagai psyche yang mendera manusia kapitalisme mutakhir, atau kegelisahan sebagai ketidak seimbangan kimiawi dalam kepala dapat ditanggulangi dengan adanya perkumpulan. Terakhir, kebutuhan intelektual; isi kepala dan pengalaman yang berbeda-beda, dalam hakikat paling normatifnya, adalah membuka cakrawala. Tidak perlu dijelaskan bukan, bagaimana kehadiran sejawat membantu proses pengolahan informasi, melatih daya kritis, dan menjadi lebih toleran terhadap opini yang berbeda?
Bentuk berkumpul ini bisa macam-macam, masuk komunitas, punya kontrakan, dan terlibat dalam kegiatan. Apa pun bentuknya, pastikan bahwa hadirnya perkumpulan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah disebutkan. Toh, ini hanya proposal, jika ujungnya hanya kumpul makan dan mabar, ya tidak salah juga; tugas penulis hanya mengajukan, pelaksanaannya bagaimana yang membaca sajalah!





Leave a comment